" HUKUM ADAT MASYARAKAT KEPULAUAN KEI" (LARVUL NGABAL)

                                                             


          Kepulauan kei adalah gugusan pulau-pulau dalam wilayah Kabupaten Maluku Tenggara dengan ibu kotanya bernama kota Tual.Terdiri dari sekitar 100 pulau yang terbagi dalam 5 (lima) kelompok gugus pulau-pulau yaitu,Kei Besar (Nuhu yuut),Kei Kecil(Nuhu Roa),Tanimbar Kei(Tnebar Evav),Tayando (Tahayad) dan Kur.Wilayah daratan secara keseluruhan seluas 24.958 km2 sedangkan wilayah lautan tidak kurang dari 190.000 km2.Secara astronomi terletak antara 5005'-6004' LS dan 131055'-133013' BT sedangkan secara geografis, sebelah barat berbatasan dengan gugusan Kepulauan Tanimbar (Kabupaten Maluku Tengara Barat),sebelah timur dengan gugusan kepulauan Aru (Kabupaten kepulauan Aru),sebelah utara dengan daratan besar Papua dan sebelah selatan dengan Australia.

         Dalam kehidupan bermasyarakat, secara sosial budaya masih sangat kental dipengaruhi oleh adat yang diberi nama HUKUM ADAT LARVUL NGABAL yang secara turun temurun telah diikuti dan dijadikan pedoman dalam kehidupannya. Adat tersebut mengatur hubungan antar individu dalam masyarakat maupun dengan alam sekitar termasuk laut sebagai sumber pencaharian. Mereka percaya, hidup berbuat baik sesuai hukum adat akan mendapatkan bantuan dari suatu kekuatan yang tidak kita ketahui yang akan menghantarkan sampai tujuan sesuai maksudnya.

        Hukum Larvul Ngabal adalah hukum adat yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Kepulauan Kei.Hukum Larvul Ngabal terdiri atas hukum pidana,hukum keluarga dan hukum properti.Hukum ini merupakan gabungan dua hukum yang berbeda dari dua moietas dalam masyarakat Kei yakni Ursiu (serikat sembilan) dan Lorlim (serikat lima).Larvul adalah gabungan dari kata "Lar" yang berarti "darah" dan "vul" yang berarti"merah",sementara Ngabal adalah gabungan dari kata "nga" yang berarti "tombak" dan "bal" yang berarti "Bali" yang berati secara harafiah ,Larvul Ngabal berarti darah merah dan tombak bali.Frasa ini berkaitan dengan berbagai riwayat turun-temurun mengenai peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi perumusan asas-asas hukum Larvul Ngabal. 

          Menurut riwayat-riwayat lisan,hukum adat ini dirumuskan dalam dua pertemuan para bangsawan pedatang yang prihatin melihat ketiadaan tatanan di Kepulauan Kei,dan yang kemudian menetapkannya demi menghadirkan ketertiban di kepulauan itu.Hukum adat ini digabarkan pula sebagai sebuah kontrak sosial zaman prakolonial yang menaungi seluruh masyarakat Kepulauan Kei .Tatanan hukum yang menaungi dan mempersatuhkan seluruh kelompok masyarakat semacam ini tidak dijumpai di Maluku Tengah yang juga memiliki moietas serupa.

           Ada 7 Pasal hukum Larvul Ngabal,Hukum Larvul berisi 4 pasal yang isinya adalah kaidah-kaidah hukum pidana sedangkan hukum Ngabal berisi 3 pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum kesusilaan dan hukum perdata.Dalam hukum Larvul Ngabal,hukum Larvul menempati pasal 1 s/d 4 sedangkan Hukum Ngabal menempati Pasal 5 s/d 7.Isi lengkap Hukum Larvul Ngabal adalah sebagai berikut : 

1.Uud entauk advunad (Kepala bertumpuh pada tengkuk).Hal ini adalah penghargaan terhadap pemerintah dan harus dipastikan bahwa pemerintah adalah untuk melindungi dan menjamin kehidupan masyarakat.

2.Lelad ain fo mahiling (leher kita dihormati,,diluhurkan).Maksudnya adalah kehidupan bersifat luhur dan mulia sehingga hidup seseorang harus dipelihara,tidak boleh diganggu.

3.Uil nit enwil rumud (kulit dari tanah membungkus badan kita).Kaidah ini adalah penghargaan terhadap penghormatan,nama baik/harga diri manusia.Oleh karena itu kehormatan orang lain harus diakui dan tidak boleh dicemar.

4.Lar nakmot na rumud (Darah tertutup dalam tubuh).Tubuh manusia harus dimuliakan sehingga tidak diperkenankan melalukan pembunuhan atau penganiayaan.Perlakuan sewenang-wenang dilarang,apalagi sampai menumpahkan darah dengan melukai orang lain atau diri sendiri.

5.Rek fo kilmutun (perkawinan hendaklah pada tempatnya agar tetap suci dan murni).Kaidah hukum ini adalah penghargaan terhadap rumah tangga orang lain.Rumah tangga harus dihormati,tidak boleh diganggu gugat dan tidak boleh ada orang ketiga karena perkawinan adalah kehendak Allah.

6.Morjain fo mahiling (tempat umtuk perempuan dihormati,diluhurkan).Kaidah hukum iini adalah penghargaan terhadap perempuan sebagai mahluk yang paling dihormati atau dihargai.Penjabarannya adalah pelarangan terhadap segala bentuk tindakan asusila yang mengusik harkat dan m artabat perempuan.

7.Hira i ni fo i ni,it did fo it did (milik orang tetap milik mereka,milik kita tetap milik kita).Ini adalah kaidah dasar yang menjamin dan mengakui kepemilikan barang oleh orang lain.

          Atas dasar ketujuh kaidah dasar tersebut,dijabarkan lebih kongkrit dalam larangan/pelanggaran-pelanggaran dalam hukum adat yang isinya berurutan sesuai dengan berat ringannya pelanggaran sebagai berikut :

A. Hukum Nev nev ,adalah hukum yang mengatur tentang kehidupan (hukum pidana).Isinya berupa penjabaran lebih lanjut dari pasal 1 s/d 4 Larvul Ngabal ke dalam tujuh pelanggaran (sasa sor fit ):

1.Muur nai,subantai (mengata-ngatai,menyumpahi)

2.Hebang haung atau haung hebang (bererencaa dan berniat jahat)

3.Rasung smu-rodang daid (mencelakakan dengan jalan ilmu hitam,doti dll)

4.Kev bangil atau ov bangi (memukul,meninju)

5.Tev hai-sung tawat (melempar,menikam,menusuk)

6.Fedan na,tetwanga (membunuh,memotong,memancung)

7.Tivak luduk fo vavain (menguburkan,menenggelamkan hidup-hidup)

B.Hukum Hanilit,adalah hukum yang mengatur mengenai kesusilaan atau kesopanan (hukum kesusilaan).Isinya berupa penjabaran dari pasal 5 s/d 6 Larvul Ngabal ke dalam tujuh tingkat pelanggaran.

1.Sis af,sivar usbuuk (memanggil dengan melambaikan tangan,mendesis atau bersiul)

2.Kufuk matko (main mata)

3.Kis kafir,temar u mur (mengorek dengan cara mencubit atau menyenggol dengan busur panah bagian muka ataupun belakang)

4.En a lebak,en humak voan(meraih,memeluk,mencium)

5.Enwail,sig baraung enkom lawur (membuka penutup dan merusakkannya)

6.Enwel ev yan (hamil diluar nikah)

7.Ftu fweer (membawa lari atau lari kawin)

Dari tujuh pelanggaran(sasa sor fit) tersebut,masih terdapat tiga sasa sorfit dalam hukum hanilit,tetapi karena beratnya ancaman hukuman yang diancamkan,maka penyelesaiannya dimasukkan dalam hukum nev nev,yaitu :

1.Rehe Wat tee (merampas istri orang lain)

2.Itwail ngutun-enan,itlawur umat hoan(membuka keluar penutup diatas dan bawah,merusak istri orang)

3.Dos sa te'en yanat te urwair tunan(kejahatan persetubuhan sedarah/sekandung)

C.Hukum Hawear Balwirin,adalah hukum yang dimaksudkan untuk memulihkan hak-hak kepemilikan yang dilanggar oleh orang lain (hukum perdata).Berisi penjabaran dari pasal 7 Hukum Larvul Ngabal ke dalam 7 pelanggaran (sasa sor fit) :

1.Faryatad sa (menginginkan barang orang lain secara tidak sah)

2.Etkulik fanaub atau fatub afa bor-bor (menyimpan barang curian)

3.It bor (mencuri)

4,Tefen it na il umat  ni afa it liik ke te itfanaub(tidak mau mengembalikan barang orang lain yang ditemukan atau disimpan secara sengaja maupun tidak sengaja).

5.Taan gogom atau taan rorom/rasum/ratsun(tidak bekerja,hana makan dengan cara mencuri saja)

6.It lawur kom i ra i ni afa(merusak dan membinasakan barang orang lain)

7.Et na ded vut raut fo en fasus te enfakuis umat lian(mengambil dan melakukan apa saja dengan berbagai cara unyuk menyusahkan orang lain).

        Penyelesaian terhadap pelanggaran yang terjadi dilakukan oleh kepala soa (kepala dusun), orang kay (kepala desa) atau raja (kepala wilayah adat) secara berjenjang apabila pada tingkatan yang paling rendah belum dapat menyelesaikan persoalan. Akan tetapi semuanya tetap harus melalui sidang majelis kerapatan adat (dewan seniri) bersama seluruh staf kerapatan adat tersebut. Pada sidang tersebut akan ditentukan sanksi bagi pelanggar sesuai berat-ringannya pelanggaran yang dilakukan. Sanksi terberat adalah terhadap pelanggaran yang mengakibatkan kematian, yaitu pelanggar akan ditenggelamkan hidup-hidup kedalam laut. Namun sebelum prosesi hukuman dijalankan akan ditawarkan kepada masyarakat apakah ada yang akan menebus si pelanggar. Tebusan ini disebut “entuv tuel na ai ngam ensak”, tebusannya berupa benda-benda adat seperti gong, lela (meriam) atau emas adat yang jumlahnya diperhitungkan sebagai pengganti bagian-bagian dari tubuh si pelanggar. Apabila ada yang menebus, maka pelanggar tidak ditenggelamkan tetapi yang ditenggelamkan adalah tebusannya. Sanksi adat terberat ini kini telah lama ditinggalkan dan digantikan dengan hukuman yang diputuskan oleh peradilan umum.


         

Komentar